om swastyastu

om swastyastu

Rabu, 27 Oktober 2010

bencana alam indonesia


Pemuda HINDUBALI
Saya sebagai anak muda sungguh prihatin dengan bencana yang terus menerus menimpa Indonesia.
Pandangan  anak muda saat ini, menganggap bahwa hal ini adalah sesutau hal yang kompleks dimana kita tidak akan bisa berbuat banyak dengan adanya bencana alam ini, yang kita tahu hanyalah, bila di Indonesia terjadi bencana kita hanya terbengong-bengong di depan tv dan berharap ada orang yang lebih dulu memberi bantuan,sedangkan yang bisa kita lakukan adalah menatap televisi berjam-jam mengikuti perkembangan, tanpa tahu apa yang sedang kita lakukan padahal ada banyak hal yang bisa kita lakukan. Bahkan terkadang dibalik bencana ada saja orang-orang yang dengan sengaja menyalahkan pemerintah  yang dianggap lambat memberikan tanggapan kepada para korban bencana.
Tanggal 26 kemarin Merapi meletus di Yogya, dan Tsunami di Kepulauan Mentawai. Banyak orang beranggapan bahwa ini adalah peringatan, bahkan ada pula yang menyebut sebagai hukuman terhadap umat manusia, kira-kira siapa yang berkata seperti itu?? Anda, atau siapa? Bila anda bisa berkata seperti itu, lalu hal konkret apa yang sudah anda lakukan? Like (turut berduka cita atas wafatnya Mbah Maridjan), langsung membuka Facebook dan membuat status PRAY FOR INDONESIA, atau yang lain mungkin? Apakah berpengaruh dengan bencanan yang akan terjadi selanjutnya?? Sama sekali tidak.
Lalu apakah sebenarnya yang terjadi di negara kita?? Apakah itu benar hukuman dari Tuhan? Tidak sepenuhnya benar, tapi itu adalah wujud “cinta kasih” karena dengan pergerakan bumi ini akan dapat menyadarkan kembali pikiran manusia, agar manusia kembali kepada kesadaran kedewataannya. Perilaku bumi itu sesungguhnya menyiratkan bahwa bumi sebagai ibu bagi semua manusia merindukan kembali suatu kondisi hubungan yang harmonis dengan umat manusia sebagai anak-anaknya yang dilandasi dengan kesadaran kedewataan dan kesadaran kosmisnya. Hanya ketika manusia memiliki kesadaran kosmislah, maka manusia mampu berbahasa dengan alam. Ketika manusia ada dalam kesadaran kosmis ia akan dapat berbicara dengan sebatang pohon. Hal ini dapat dibaca sebagaimana kisah percakapan antara Mpu Kuturan dengan berbagai macam pohon atau  tumbuhan sebagaimana ditulis dalam lontar Taru Premana (Segatri,1999:3-45). Kesadaran kosmis yang dimiliki oleh seseorang akan menyebabkan ia mampu berkomunikasi dengan partikel-partikel bumi, sebagaimana kisah Rsi Markandeya mendengar wahyu dari Ibu Pertiwi bahwa untuk menaklukkan wabah penyakit di Bali ia harus menanam panca dhatu ‘lima macam logam’ di mana pura Besakih berdiri saat ini (Donder, 2004 : 85). Kesimpulannya orang yang telah memiliki tingkat kesadaran kosmis, ia akan mampu bertanya kepada ombak dan matahari walaupun ia nampak bisu. Tetapi rumput yang bergoyang mampu memberikan isyarat bahwa udara dari suatu tempat sedang migran ke tempat lainnya. Itulah wujud fisik dari bahasa alam yang harus dipahami oleh manusia agar manusia mampu berkomunikasi dengan alam.

Secara simbolis dalam ajara Hindu naga Anantaboga adalah simbol dari kerak bumi dan sesar atau patahan itu disimbolkan dengan badawang nala (penyu). Demikian pula dalam rangka untuk memberitahukan kepada manusia bahwa bumi sudah tidak mampu lagi memikul ego manusia, maka Ibu Bumi kemudian berdehem dan meludah sehingga muncul gempa vulkanik yang menyebabkan banjir lava atau lahar panas. Bumi juga memberitahukan kepada manusia bahwa ia telah kehilangan kemampuan untuk memikul ego manusia, hingga Ibu Bumi lari terkencing-kencing menahan kepedihannya, hingga terjadilah tanah longsor dan banjir bandang (seperti yang terjadi di Wasior)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar